08 Desember 2008

Mencoba Kembali



Kemarin ketika matahari masih mengumbar terik dan daun gugur perlahan meninggalkan ranting dan akar semburat keluar karena kering , aku lah sesuatu itu dan kamulah yang tak mungkin kusebut. Aku berjalan bersisian dengan pisau dan tombak yang menyeringai satu persatu karena mengiginkan dagingku untuk disayat dan darahku untuk tumpah membasahi aspal yang mendidih dipanggang oleh sang bola api panas yang mengumbar terik tadi. Mereka satu persatu saling pamer tajam dan besinya berkilauan hinga mataku perih dan merah bukan hanya karena debu tapi karena silau.


Jamku terus berdetak tapi bukan ditangan tapi diotakku yang dialiri doa doa yang membawaku masuk neraka dan nadikupun tak mau menyebut nama besarnya, darahku bukan merah seperti darah manusia tapi hitam seperti darah setan yang dirasuki iblis hingga zatnya tak lagi terdengar dan mulutku penuh dengan kecoa yang terus saja keluar walaupun aku diam.


Kenangan akan buruk laku dan syahwat panas yang tak terdidik oleh sebuah norma yang tidak terajar oleh sikap normal hidup pada detak jantung dan setiap aliran air kencing, semuanya menyeramkan hingga gelap dan gulita menguliti senyumku dan semua senyummu kutelan dengan lahap dan tak lama keluar lewat anus untuk masuk lagi kedalam mulutku yang kini lebih kotor dari tadi.


Kamu belum lagi tiba karena babnyapun belum lagi tertulis dan namamu belum dapat kusebut, akulah sesuatu itu hingga nafasku berembun dikaca yang retak karena bau mulutku dan menempel pada kain yang koyak karena liurku terus terusan tumpah karena mencoba menghapal suatu ayat yang dibenci oleh kaum neraka.

Aku berhasil menghapal satu doa yang aku jadikan teman tidur dan teman makan dan aku gembira karena revolusi segera dimulai dan penjaga penjaga neraka layaknya kaum hedonis dan borjuis yang tidak mau kehilangan pengaruh akan seram dan rakus, rasanya tidak bisa tinggal diam saja untuk terus terusan menyelam atau bisa disebut tenggelam untuk kemudian aku terbiasa bernapas dengan insang bukan lagi dengan paru paru.


Namamu hampir kusebut sampai sebuah kiriman air bah dari penjaga neraka masuk kemulutku hingga namamu

kemudia terkubur kedasar perut dan nyangkut disalah satu ususku yang melilit lilit sebuah kitab yang lusuh tetapi masih berkliau sinarnya hingga Lumpur , tinja , muntahan kucing dan aroma nyiyir tidak membuatnya menjadi bangkai.

Aku mencoba melepaskan kitab dengan tulisan bingung dan menaruhnya ditempat yang mata ini bisa menyisirnya perhalaman hingga kemudian kata kata bingung dengan indah mengalir keluar dari mulut seorang tua pemegang tongkat yang atasnya bergambar bulan dan sabit. Neraka menghubungiku menawarkan darah perawan dan tumpukan materi yang tak ada habisnya asal kamu menyembahku katanya.


Aku berkelit dan kemudian memutuskan komunikasiku dan mencoba menjadi tuli untuknya. Menjadi buta demi visualisasi akan benda dan materi menjadi nihil dan jangankan menebariku dengan uang dan perhiasan menawariku satu nyawapun belum tentu aku mau.


Dan kembali kami berdoa…untuk sebuah kitab yang berhasil kubaca….dan ayatnya mengiris ngiris kulit dosku hingga berdarah tak kunjung selesai sampai merahnya darah terlihat lagi. Kini hitam tak ada didiriku yang tersisa hanya godaan bukan setan sebagai ideology dan kiblat. Aku memang belum bersih dari lumuran dosa , setidaknya aku berharap dapat mengucapkan satu ayat dengan ikhlas……

Tidak ada komentar: