08 Desember 2008

Tentang Darah




Aku merindukannmu bukan hanya hari ini yang terik atau besok yang kelam atau kemarin yang berkabut, aku merindukannmu hingga nafas tak berbekas diatas sebuah cermin yang getas yang binggkainya berwarna gelap seperti mata indahmu yang bergegas pergi meninggalkan seluk tubuhku yang kemarin kau tindih hingga perih terasa menyeruak dan bau tubuhmu membuatku melayang seperti peri yang mabuk oleh serbuk serbuk cinta yang ditebarkan dan busur yang membaur ke angkasa mencari sasaran untuk cintanya hari ini.

Lidahku pahit hingga telan terasa perih kerongkongan menjadi kering karena sumpah serapahku ke sosokmu yang hanya terdiam tertunduk layu tak kuasa melihat arah suar suar wajahku yang merah terbakar oleh gelombang emosi yang belum memuncak tapi hawa panasnya menyeruak, akupun tak kuasa menahan semua nafsu yang tak lagi berasal dari tubuhku karena tubuhku bukan lagi milikku yang hakiki dari perilaku paling manusiawi .


Kurindukan dentuman dentuman kencang tubuhku , deru nafasku yang memburu ketika kita saling menyentuh karena itu kamu membisiku dengan kata kata manis yang membuatku melayang dan jantung tambah berdegup kencang, kamu pun bilang bahwa malam itu aku sangat hebat karena membuat badanmu bergeliat membuatmu merasakan apa yang namanya bersetubuh hingga merah mukaku memikirrkan kehebatanku sendiri hingga aku tak lagi berfikir apakah darah itu sudah mengalir.


Hingga beberapa kali kita bergumul mencari sesautu yang kitapun tak lagi tau ukuran sebuah nikmat dan nafsu yang tak berujung tak lagi memikirkan tentang ikatan yang menyimpul atau dosa yang menggunung. Hingga suatu hari aku bertanya tentang darah yang mengalir itu sepertinya belum terlihat dimataku hingga kaupun manampar pipiku sebanyak tiga kali hingga merah telapakmu membekas seminngu. Aku berkeras hinnga wajahmu membeku tak kuasa berucap.


Aku menyentuhhkan bibirku hangatku ke kerlingmu dan kamu mengadahkan wajahmu kepadaku air mukamu sekan berkata bahwa kamu mencintaiku dan memintaku untuk mencintaimu juga seraya melupakan semua kejadian yang dibelakang dan berjalan melenggang kearah masa depan, tapi itu maumu dan kamu harus melawan egoku tentang darah yang mengalir itu adalah dogmaku untuk mu sebelum kamu berjanji untuk jujur kepadaku hingga rambut kita memutih dan kita berderai tawa menggunakan gigi palsu.


Aku bertanya dengan lembut tentang darah itu yang tak terekam diingatanku yeng sebagian berisi wajahmu dan senyum senyum kecilmu, kamu terdiam dan sedikit isak berbicara kepadaku tapi jelas kau katupkan bibirmu rapat dan kembali tertunduk layu untuk 10 menit waktu hingga sebuah kata terucap halus dan wajah itu masih terunduk mengahadap bumi ciptaaNYA.


Aku bersenbunyi dibalik topeng tebalku katamu, aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebalku katamu, aku mencuci otakku dengan wajahmu katamu o aku diam dan menatap wajahnya yang sesekali menatapku, aku coba bertahan dengan perih untuk setiap nafasku dan hinaanku dan aku kembali berdiri dan berjalan untuk hidupku dan masa depanku, juga untuk kamu yang aku sayang, kembali wajahnya menyapaku, darah itu telah mengalir waktu umurku 13 tahun di tempat tidur ibuku dan ayahku yang menindihku hingga wajahnya menyentuhku dan bau tubuhnya membiusku, ronta tubuhku yang kecil tak berarti suaraku yang lirih menahan perih aku terdiam saja ketika dia selesai dan membisikan bahwa dia mau aku menutup rapat itu. Untuk kamu , aku dan ibumu.


Kata katanya membuatku tubuhku menggigil darahku berdesir kencang aku meneteskan air mataku hingga tumpah ke tanganku yang mengepal menahan amarah untuk seoarang ayah yang bermuka binatang dan berhati setan. Aku memeluk tubuhnya dengan kencang seraya memintakan maafku untuknya dan tuhan dan mengiba kepadanya layaknya adam yang berdosa..

Tidak ada komentar: